Irodatukat tajrid ma'al iqomati

Keinginan kamu untuk bertajrid padahal Allah telah meletakan kamu dalam suasana asbab adalah syahwat (keinginan) yang samar, sebaliknya keinginan kamu untuk berasbab padahal Allah telah meletakan kamu dalam suasana tajrid berarti turun dari semangat himmah (aspirasi atau cita-cita) yang tinggi
*****

Berkata syekh Ahmad Ibnu Atho-illah ra.
◄Keinginan kamu untuk ber-TAJRID, yakni cenderung dirimu he MURIDIN yang (benar-benar sebagai muridin) berniat untuk mengosongkan dari berbagai ASBAB yang DHOHIRIYAH, yakni keluar diri kamu dari ASBAB, sedangkan tiadanya saling tolong-menolong (saling mendukung) terhadap ASBAB serta menetapkan Allah terhadapmu didalam ASBAB.
Adapun tanda-tandanya ASBAB, bahwa menyediakannya (Allah) atas ASBAB untukmu, serta kamu menemukan keselamatan didalam agamamu ketika saling mendukung didalam ASBAB, serta memutuskan oleh sebab ASBAB akan keinginanmu terhadap suatu perkara yang ada ditangan manusia. Lagi pula tidak menyibukan kepadamu dari perkara tersebut. Adapun dirimu (dalam perkara tersebut) berada dalam kondisi sedang melaksanakan berbagai pelaturan ibadah DHOHIRIYAH serta ibadah BATHINIYAH... Nah (keinginan) seperti itu sebagian dari syahwat, yakni syahwatun nufus (keinginan nafsu) yang mendorong terhadap nafsu yang samar. Dan, terbukti (hadirnya nafsu tersebut) karena tidak ada keteguhan dirimu atas kehendak sayyidmu, malahan dirimu sejalan dengan apa-apa yang dinginini olehmu dan samarnya nafsu►

Kata yang sulit.
● ASBAB: mempunyai aktifitas yang menghasilkan nafkah untuk bertahan hidup.

● ASBAB atau SABAB: yang dimaksud asbab disini ialah satu ibarat yang menjadi wasilah oleh asbab tersebut untuk menghasilkan perkara yang mendatangkan keduniaan. Dengan kata lain julukan ini diperuntukan bagi mereka yang mempunyai mata-pencaharian yang menjadi sebab datangnya rizki, seperti menjadi pegawai sipil, kantoran, pedagang dll. Dan julukan ini menitk-beratkan jenisnya mata-pencaharian.

● KASAB: yang punya mata pencaharian, julukan ini atas jenis pekerjaan. Perbedaan antara ASBAB dengan KASAB hanya sebatas istilah saja, adapun tujuan dan maknanya sama, yaitu julukan bagi mereka yg mempunyai MATA PENCAHARIAN.

● TAJRID: yang dimaksud tajrid disini tidak adanya kesibukan atas asbab tersebut karena arah-arah tajrid. Dengan kata lain, julukan ini ditujukan bagi mereka yang tidak punya MATA PENCAHARIAN, tetapi kesehariannya selalu mendapatkan rizki dari arah yang tiada disangka-sangka.

● NAFSU: keinginan yang ditimbulkan dari diri sendiri. Tanda-tandanya yaitu ada rasa mengambil manfaat serta membuang madarat

● SYAHWAT: keinginan yang sudah menjalar atau melekat didalam diri. 

● HIMMAH: keinginan yang disertai cita-cita yg menggebu atau merencanakan untuk melakukan.

● HIMMAH: asal kata daripada "hamma" maksudnya berkehendak dan bersiap untuk mengerjakan. Jadi "hamma" itu merupakan kecenderungan batin yang mengandung unsur kepastian. Karena itu saya coba menyalinnya dengan "keinginan yang disertai cita-cita yg menggebu" atau "merencanakan untuk melakukan".
Ada 6 (enam) jenis kecenderungan batin yang ada dalam diri manusia:
  • (1) HADITSUN-NAFSI: lintasan-lintasan dalam batin.
  • (2) HAJIS / terlintas dalam hati: yaitu suara sukma yang lebih menonjol dan lebih kuat daripada lintasan batin.
  • (3) KHOTIR / buah pikiran: yaitu hajis yang sering menonjol dalam hati.
  • (4) AL-HAMMU: yaitu kecenderungan batin yang sudah mengandung unsur kepastian untuk dilaksanakan, namun pelaksanaannya masih dalam tingkat ragu-ragu.
  • (5) AL'AJMU: yaitu maksud pelaksanaannya sudah kuat atau lebih kuat dari al-Hammu.
  • (6) AL-JAJMU: yaitu tidak ragu-ragu lagi untuk memulai melaksanakan maksudnya.

Selanjutnya berkata syekh Ahmad Ibnu Atho-illah ra.
◄Karena sesungghnya, dhohirnya hikmah tersebut (irodatukat tajrid ileh) bahwa keinginanmu dengan mengosongkan diri dari ASBAB, lalu bermaksud untuk memfokuskan ibadah kepada Alloh serta bertaqorrub kepada Alloh. Sedangkan bathinnya hikmah tersebut, yakni kosong dari KASAB ternyata bahwa keinginanmu itu hanyalah semata-mata ingin masyhur (terkenal) dengan gelar (julukan) pangkat kewalian, karena ada maksud dan tujuan didalam dirimu hanyalah kepada manusia, dengan niat serta saling mendekati (manusia tersebut) kepadamu, (kalau seperti itu) maka putuslah dirimu dari perkara, sedangkan dirimu perlawanan perkara tersebut.(oleh karenanya) Maka telah berkata orang yang makrifat kepada Alloh "Menghadapnya manusia (yang disertai rasa hormat) kepada MURIDIN sebelum sempurna jiwa ke-MURID-annya, adalah RACUN yang membunuh". Dan, terkadang memisahkanmu (terputus) lantaran menghadapnya manusia dari melaksanakan atas pelaturan agamamu, serta barbagai WIRID-mu, maka akan terjadi pada dirimu melirik terhadap sesuatu yang ada ditangan manusia►

Selanjutnya berkata syekh Ahmad Ibnu Atho-illah ra.
◄Dan, adapun keinginanmu atas ASBAB, yakni menperoleh sesuatu dengan jalan SABAB dan KASAB serta menetapkannya Allah kepadamu dalam kondisi TAJRID, yakni memudahkan atas dirimu terhadap perkara yg menjadikan kekuatan, dari arah yang tiada diperhitungkan, serta menjadikan nafsumu merasa tenang ketika tidak adanya QUT (bahan yang menjadi kekuatan), keberadaan hatinya terpaut kepada tuanmu (maksudnya terpaut kepada Robb), serta keberadaanmu tentram atas kesibukan dalam melaksanakan peraturan ibadah. Nah keinginan seperti tadi - TURUN dari cita-cita yang mulia, karena keinginanmu kembali kepada makhluk setelah terpaut hati dengan al-Haqq, walaupun tidak terbukti kecuali campur dengan anak-anaknya dunia didalam perkara tersebut, mereka itu didalamnya sungguh terbukti hal-nya cukup dalam hinanya cita-cita►

Selanjutnya berkata syekh Ahmad Ibnu Atho-illah ra.
◄Maka wajib terhadap si salik berdiam diri didalam perkara (suatu keadaan) yang mana AlHaqq telah menetapkannya dalam perkara tersebut, dan ridlo berada dalam perkara tersebut sehingga Allah mengatur untuk mengeluarkannya dari perkara tersebut, dan janganlah keluar atas dasar diri dan nafsumu, lebih jauhnya lagi setanpun menghiasinya, maka tertambatlah dalam lautan putus dengan Alloh. Oleh karenanya mintalah perlindungan kepada Allah ta'ala►

 Kesimpulan.
Dalam hikmah ini mushonnif menerangkan golongan Muktasabin dan golongan Mutajarridin.
  • Golongan Muktasabin adalah golongan orang-orang yg kesehariannya telah ditetapkan oleh Allah untuk dapat bertahan dalam menjalani kehidupannya seperti makan, minum, tidur, berpakaian, bepergian dan lain sebagainya, mereka untuk menutupinya ialah dengan melaui jalan kasab atau usaha. Golongan ini boleh disebut juga golongan ahlul asbab.
  • Sedangkan golongan Mutajarridin mereka telah ditetapkan oleh Allah dalam kesehariannya tidak memiliki mata pencaharian, mereka menempati posisi dengan tidak bersusah-payah harus banting tulang peras keringat untuk memperolehi rizki, tetapi Allah memberinya rizki dengan melaui jalan yang tiada terduga.
Oleh karena kedua sipat telah menjadi ketentuan dari Allah, maka seorang MURID apabila telah ditentukan berada dalam golongan Muktasabin janganlah berusaha keluar oleh nafsunya dan berharap menjadi golongan Mutajarridin, begitu juga golongan Mutajarridin janganlah berusaha keluar oleh nafsunya dan berharap menjadi golongan Muktasabin, lantaran kedua sipat tersebut sudah menjadi warisan. Seseorang yang sudah mapan dalam keMURIDannya, baik Tajrid atau Kasabpun dapat ia jadikan sarana untuk WUSHUL kepada Alloh, asal benar dalam niat dan prakteknya.

Bagi seseorang yg sudah ditaqdirkan berada dalam posisi TAJRID yang telah dicukupkan kebutuhannya, kosong dari berbagai penghalang serta mengkhususkan taqwa kepada Allah, hati-hatilah jangan sampai cita-citanya turun hanya untuk mengharapkan sesuatu yang akan menyibukannya. Begitu juga orang yang sudah ditaqdirkan berada dalam posisi KASAB yang sedang berhadapan dengan berbagai asbab dan sebab, serta dapat melakukan semua aktifitas sehari-hari dalam mencari rizki dalam suasana damai dan tidak melanggar aturan-aturan agamanya, maka istiqomahlah dalam melaksanakan kasabnya sehingga dengan jalan kasab tersebut dapat menduduki matabat yang mulia.

Yang dikhawatirkan oleh mushonnif dalam hikmah ini yaitu, apabila seseorang diposisikan berada dalam suasana KASAB lalu menginginkan atas suasana TAJRID, hal itu menggambarkan didalam hatinya ada sesuatu yang diharapkan dari kedudukannya, kemulyaannya dst disisi pandangan manusia, maka keinginan seperti itu adalah suatu kesalahan yang sangat besar. Oleh karenanya berkata orang yang telah ma’rifat:
"Menghadapnya manusia kepada MURIDIN sebelum sempurna ke-MURID-annya adalah RACUN yang membunuh"

Selanjutnya.
Apabila seorang MURID atau SALIK dihadapkan dalam posisi diantara dua pilihan maka wajib berdiam diri dan ridlo menunggu pengaturan Alloh untuk menetapkan keluar atau tidaknya, janganlah keluar atas dasar nafsunya.
Wallohu 'a'lamu bish-showwab.

3 komentar:

  1. Alhamdulillah......terimakasih semoga Allah membalas kebaikan dengan yang lebih baik....Amiin !!!

    BalasHapus
  2. Al hamdulillah gamblang keteranganya. Syukron Katsir.

    BalasHapus