Ma taroka minal jahli

Berkata syekh Ahmad Ibnu Atho-illah ra.
◄Tidaklah meninggalkan sesuatu-pun daripada kebodohan bagi siapa-pun yang berkehendak mengada-ngadakan (sesuatu) didalam masa (waktu) pada selain perkara yang telah mendhohirkan Allah atas perkara (tersebut) - dimasa itu► maksudnya apabila Allah telah menempatkan satu tingkah didalam satu masa, janganlah memilih untuk mendirikan yang baru, yakni bikin lagi - bikin lagi. Kalaulah demikian adanya hal itu sumber daripada kebodohan.
*****

◄Tidaklah meninggalkan sesuatu-pun daripada kebodohan bagi siapa-pun yang berkehendak mengada-ngadakan (sesuatu) didalam masa (waktu) pada selain perkara yang telah mendhohirkan Allah atas perkara (tersebut) - dimasa itu, maka tatkala terbukti bagi si MURID berada dalam satu tingkah (sikap) badan, atau tingkah qolbu yang tiada dicacad oleh hukum syara', maka satu keharusan (bagi si MURID) baik (dalam) beradab didalam memilih lurusnya pendirian atas diri si MURID, serta ridlo dengan tingkah tersebut sehingga Allah memindahkannya pada si MURID atas tingkah tersebut. maka apabila dalam keadaan ber-TAJRID atau melekat qolbunya pada KASAB, atau berada dalam keadaan berwiraswasta lalu menginginkan untuk berpindah dari wiraswasta pada yang lainnya (kalaulah demikian) terbukti sedikit (rasa) adab beserta tuannya (halnya suatu) kebodohan dengan sesuatu yang sejalan dihadapanNya►
Kesimpulannya: Tidak semata-mata meninggalkan sesuatu perkara - apapun namanya - ia adalah sebagian daripada satu kebodohan pada siapapun orangnya yang berkeinginan mengada-ngadakan suatu amalan dalam suatu masa, lalu dipergunakan disaat yang bukan semestinya yang mana Allah telah mendhohirkannya dimasa tersebut. Maka apabila hal demikian terbukti atas diri si MURID berada dalam sikap badan atau sikap qolbu yang tidak dicela oleh hukum syara', maka satu keharusan bagi si MURID bersikap baik didalam memilih lurusnya pendirian untuk dirinya, serta ridlo dengan suatu keadaan tersebut sehingga Allah memindahkannya dari hal tersebut untuk kepentingan dirinya. maka apabila keadaan si MURID sedang ber-TAJRID atau melekat qolbunya pada KASAB, atau keberadaannya sedang berada dalam berwiraswasta, lalu menginginkan untuk berpindah dari wiraswasta menginginkan posisi yang lain, hal demikian menunjukan sedikitnya rasa adab-adaban kepada tuannya oleh sipat kebodohan, dengan sesuatu yang sejalan dihadapanNya.

◄Dan begitu juga jikalau terbukti berada dalam sikap sempit hati lalu berkeinginan dari hati yang sempit menjadi hati yang lapang. Telah berkata sebagian para ulama "Menimpaku selama 40 tahun, Allah tidak menempatkanku didalam satu tingkah (maksudnya selama 40 tahun saya belum pernah merasa lapang hati), maka saya membencinya (maksudnya membenci tingkah tersebut). Dan tidak memindahkanku ke selainnya, maka saya membencinya, padahal hal seperti ini adalah hasil daripada berbagai buahnya kenal dengan Allah serta paham atas aturan-aturan Allah. Maka jikalau membenci pada tingkah tersebut lalu mengharapkan untuk pindah dari tingkah tersebut oleh keinginannya sendiri, serta bekehendak mengada-ngada suatu perkara yang mana Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah mendhohirkannya, maka sungguh telah sampai pada puncaknya kebodohan beserta Robb-nya serta puncaknya seburuk-buruknya adab-adaban dihadapanNya. Dan adapun kelakuan - ini - sebagian daripada menentang hukum waktu yang telah memperjalankan para ahli Sufi atas waktu tersebut, sedangkan (orang) yang menentang hukum waktu - menurut mereka para ahli Sufi adalah sebesar-besarnya dosa yang (sudah) pasti►

Tidak ada komentar:

Posting Komentar